Berita kunjungan ke Istana Kepresidenan Yogyakarta dari panitia saya terima sewaktu posisi masih di Jakarta, setelah menghadiri acara pelantikan pengurus pusat salah satu organisasi keprofesionalan di salah satu gedung kementerian. Agak kaget juga, kenapa mendadak dan jumlah pesertanya dibatasi. Segera saya daftarkan diri ke panitia dan alhamdulillah resmi masuk dalam daftar pengunjung.
Selang sehari setelah pulang dari Jakarta, saya harus berangkat jam 3 pagi dari Madiun dengan bus umum. Sebenarnya lebih nyaman dengan kereta api, namun karena tidak ada jadwal kereta yang berangkat pada jam tersebut, terpaksa gunakan saja moda yang lain. Turun di Janti dan lanjut ke lokasi dengan bus TransJogja. Sesampai di depan pagar Gedung Agung, rekan-rekan dari komunitas MADYA Yogyakarta telah berkumpul. Bayar tiket peserta, terima stiker, briefing panitia sebentar, lalu masuk berombongan ke dalam komplek istana.
Pesan panitia sebelumnya, setiap pengunjung dilarang membawa kamera ketika masuk ke dalam istana, jadi kamera saya tinggal di dalam tas ransel dan saya titipkan di pos penjagaan. Tapi sesampai di dalam istana, saya melihat rekan-rekan yang lain justru asik jeprat jepret dengan kameranya. Sempat menyesal juga, kenapa kamera saya tinggal di dalam tas ransel. Tapi sudah terlanjur, ya sudahlah...
Rombongan disambut oleh bapak Yohannes Bambang WS selaku penanggungjawab keamanan istana. Beliau menerima kami di teras depan istana, kemudian menceritakan sedikit tentang aturan masuk ke dalam istana. Sementara rekan-rekan yang lain mendengarkan penjelasan pak Bambang, saya justru asyik mengamati lampu kristal yang menggantung di bagian teras istana, pilar-pilar besar dari beton dan dari besi solid serta interior lainnya.
Obyek kunjungan pertama adalah gedung Seni Sono atau museum istana, bangunan ini didirikan pada tahun 1820 sebagai societeit anggota militer Belanda. Pada saat mengunjungi museum istana, sedang dilakukan jamasan gamelan dan koleksi pusaka. Ritual
jamasan tersebut biasa dilakukan pada bulan Muharam atau bulan Suro menurut
penanggalan Jawa dan pelaksanaannya setelah ritual jamasan pusaka kraton
yang diselenggarakan pihak kraton Yogjakarta. Meski tidak dapat melihat dari
dekat karena dilarang oleh pihak keamanan istana, dari dalam pintu museum saya
melihat sebuah gong besar sedang dimandikan / disiram air yang dicampur dengan
bunga setaman. Di atas lantai tersaji berapa sesaji seperti pisang raja,
jenang / bubur beras merah putih, bunga-bunga dan lainnya. Juga ada seorang sinden, lengkap dengan pakaian kebaya dan kain batik serta bersanggul yang sedang mempersiapkan diri untuk 'nembang' diiringi siter.
Dalam ruang pamer lukisan, saya terpana cukup lama mengagumi lukisan Raden Saleh berjudul Berburu Banteng 1. WHAT A GREAT MASTERPIECE...!!! Frame lukisan sangat indah dengan pola pahatannya yang bercat kuning keemasan.
Juga saya temukan karya-karya pelukis kenamaan lainnya di ruang pamer lukisan di lantai dasar ini, diantaranya hasil karya R Soedjojono, Dullah, Rudolf Bonet, Affandi dan Basoeki Abdoellah. Selanjutnya naik ke lantai 1, di situ saya menemukan sebuah lukisan 3 dimensi Presiden Soeharto dan Hamengku Buwono ke IX karya Ardani. Lukisannya benar-benar hidup. Juga ada lukisan Presiden SBY dan bu Ani SBY dengan detail yang sangat luar biasa hasil karya Warso Susilo. Puas melihat-lihat lukisan, rombongan berpindah masuk ke dalam istana menuju ruang makan kenegaraan / VVIP melewati sebelah kamar tidur utama presiden yang di bagian terasnya sedang direnovasi.
Ruang makan VVIP terdiri dari 3 meja utama, dimana meja paling tengah adalah meja presiden beserta ibu negara dan tamu undangan kenegaraan, sebelah kiri meja utama adalah meja untuk anak-anak presiden dan anak-anak tamu negara, sedangkan meja sebelah kanan dari meja utama presiden adalah meja untuk para menteri dan pendamping tamu negara. Sedangkan di depan 3 meja utama tadi masih ada meja-meja lainnya untuk tamu-tamu yang diundang. Lokasi atau letak 3 meja utama, dahulunya merupakan teras belakang bangunan utama istana, teras ini merupakan tempat favorit Bung Karno membaca buku di pagi atau sore hari, sambil menikmati secangkir kopi. Sementara meja-meja tamu undangan terletak di ruangan tambahan di sisi luar teras bangunan utama.
Selanjutnya bergeser ke ruang kesenian. Ruangan ini merupakan ruangan multi fungsi, selain digunakan untuk menyaksikan pertunjukan kesenian dari atas panggung, ruangan sering digunakan sebagai ruang rapat kabinet, ruang pameran kerajinan, juga sebagai ruang makan. Selesai tanya jawab dengan pak Bambang di ruang kesenian, rombongan dipersilakan belanja makanan kecil dan minuman serta cinderamata khas istana. Saking asiknya memilih-milih souvenir, saya ketinggalan rombongan yang sudah lebih dulu ke halaman istana dan sibuk dengan jeprat jepret kamera. Alhasil, ketika saya keluar dari kantin istana dan ingin berpose di halaman istana, sudah keburu dihalau oleh anggota keamanan istana sambil menyampaikan peringatan bahwa waktu kunjungan telah habis. Yaaaah.... nggak sempat foto-foto lagi dehhhh....
The capital city of Mataram Imperium, November 18th, 2013
Senen legi, 14 Suro 1947 / 14 Muharram 1435 H.
Mantapp....sayang di museum gak boleh memotret.. :)
BalasHapusTerima kasih.
BalasHapusPeraturannya seperti itu, mau gimana lagi, mas Choiril..?