(harmoni antara imam dan ma’mum,
antara pemimpin dan rakyat,
antara pengemban amanah dan pemberi amanah)
antara pemimpin dan rakyat,
antara pengemban amanah dan pemberi amanah)
Suasana masjid ini begitu ramai. Tua muda
berebut tempat yang enak dan nyaman sesuai dengan keinginan mereka. Maklumlah,
masih minggu pertama di bulan ramadhan tahun ini. Kelompok jama’ah laki-laki
benar-benar penuh sampai di bagian teras dan kelompok jama’ah perempuan di
halaman masjid yang masih bertanah namun sudah dialasi dengan terpal oleh
pengurus masjid. Semua orang masih dengan wajah yang berseri-seri malam ini.
Entah nanti ketika sudah memasuki pertengahan ramadhan, masihkah akan seramai
malam ini? Wallahu alam.
Iqomat sudah dikumandangkan dan semua orang
bersiap melaksanakan sholat Isya’. Raka’at pertama, raka’at kedua, duduk sejenak
/ tahiyatul awwal, lalu raka’at ketiga, raka’at keempat, duduk sejenak kembali /
tahiyatul akhir dan salam. Alhamdulillah, sholat Isya’ berjama’ah berjalan
dengan lancar. Selanjutnya berdzikir dan berdoa dipimpin imam. Semoga Allah SWT
meridhoi ibadah kami malam ini.
Oh ya, ada yang terlewat. Maaf, saya juga
manusia biasa tempatnya kilaf dan lupa. Imam malam hari ini sudah termasuk
udzur, suara yang dilantunkannya mulai terdengar bergetar, mungkin karena
faktor usia imam tersebut. Menurut saya pribadi, imam tersebut sudah seharusnya
‘pensiun’ dan digantikan oleh imam lain yang lebih muda. Mungkin pendapat saya
ini salah, tapi bukankah masih ada imam lain yang siap menjalani suksesi
kepemimpinan sebagai imam baru?
Sudahlah,,, saatnya sekarang kita lanjut
dengan sholat Tarawih. Soal suksesi imam kita bahas nanti, oke?
Raka’at pertama lancar, kemudian lanjut ke
raka’at kedua. Setelah selesai Al Fatihah, imam membacakan surat Al Ankabut.
Namun di ayat terakhir, imam lupa lafadznya....!!!! Dan secara serentak
beberapa orang ma’mum melanjutkan ayat terakhir dengan suara yang nyaring agar
terdengar oleh imam. Dan imam akhirnya dengan sukses melantunkan ayat terakhir
surat Al Ankabut tersebut dan menyelesaikan tugasnya hingga 2 raka’at pertama. Subhanallah!!!
Selanjutnya 2 raka’at kedua sholat Tarawih
dijalankan. Pada raka’at pertama setelah selesai Al Fatihah, imam membacakan
surat Al Zalzalah, namun di ayat ketiga imam lupa lagi lafadznya! Serentak
ma’mum menyaringkan suara melantunkan ayat ketiga surat Al Zalzalah. Dan imam
berhasil meneruskannya hingga selesai dan sukses kembali memimpin 2 raka’at
kedua. Subhanallah!!!
Sampai pada akhirnya, semua raka’at sholat
Tarawih berjalan lancar. Kami para jama’ah berduyun-duyun meninggalkan masjid.
Meski masih ada beberapa orang yang tetap tinggal di masjid untuk melakukan
tadarus Al Qur’an.
Dari kejadian di masjid tadi, ada hal yang
sangat menarik perhatian saya. Tapi maaf, mungkin Anda akan sedikit kecewa
karena bukan soal suksesi kepemimpinan imam yang akan saya bahas. Yang ingin
saya bahas adalah tentang konsep kebersamaan antara imam sebagai pemimpin dan
ma’mum sebagai jama’ah atau rakyat. Lihatlah kembali kejadian di atas, betapa
Islam sudah begitu sempurna mengatur segala hal, baik berupa tatanan kehidupan
sebagai individu maupun tatanan kehidupan sebagai komunal. Bahkan hubungan
antara pemimpin dan yang dipimpin!
Pemimpin adalah pengemban amanah rakyat.
Pemimpin adalah manusia. Itu jelas dan pasti. Dan manusia adalah tempatnya
kilaf dan lupa. Itu juga jelas dan pasti. Karena kelemahan itulah perlu adanya
sebuah aturan dan tatanan, alhamdulillah Islam sudah mengaturnya dengan
sempurna. Pemimpin yang karena kilaf ( terbawa emosi, nafsu, ambisi) dan lupa
tidak bisa serta merta menggunakan kekuasaannya secara absolut. Rakyat sebagai
pemberi amanah juga mempunyai kewenangan untuk mengingatkan kembali jika
pemimpin melakukan kekilafan dan kelupaannya. Ini adalah sebuah harmonisasi
yang dapat kita temukan dalam ajaran Islam.
Bagaimana dengan kehidupan nyata sekarang?
Masihkah hal itu dapat kita temui?
Hampir di semua daerah di Indonesia saat ini
mengalami krisis kepercayaan terhadap pemimpin. Dari mulai tingkat RT, RW, desa/kelurahan,
kecamatan, kota/kabupaten, provinsi bahkan sampai tingkat menteri dan presiden!
Demikian halnya dengan wakil rakyat yang duduk di tingkat kota/kabupaten,
provinsi dan pusat! Kenapa bisa terjadi seperti ini? Bukankah mereka juga
beragama? Bukankah mereka juga pengemban amanah rakyat? Bukankah mereka juga
manusia (tempatnya kilaf dan lupa)?
Kenapa mereka menjadi lupa diri? Kenapa mereka
menggunakan kekuasaannya secara absolut? Kenapa mereka tidak mau mendengarkan
teguran dari rakyatnya sendiri, yang notabene adalah pemberi amanah kepada
mereka?
Mari kita tengok latar belakangnya.
1. Pemilihan kepala desa.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa
untuk menjadi seorang kepala desa, seorang calon kepala desa minimal harus
menyiapkan dana sampai ratusan juta rupiah. Uang itu disebarkan atau
dibagi-bagikan kepada warga desa agar memilih si calon kepala desa. Uang
tersebut adalah untuk “membeli” amanah dari warga desa. Sehingga kepemimpinan
kepala desa bukan lagi berdasarkan amanah yang murni dari warga desa, melainkan
melalui proses jual beli dan lelang dengan warga desa. Yang terjadi adalah ketika
si calon kepala desa dengan jumlah pemberian uang tertinggi kepada warga desa
terpilih menjadi kepala desa, maka dengan kekuasaannya, si kepala desa terpilih
akan secara absolut memerintah desa. Dan sepanjang periode kepemimpinannya, si
kepala desa bukan lagi berpikir bagaimana mengemban amanah dari warga desa
dengan baik dan benar, namun lebih banyak berpikir bagaimana mengembalikan
modal awal sebagai kepala desa, baik dengan cara yang sangat halus maupun
secara radikal dan terang-terangan. Warga desa tidak lagi mempunyai kekuatan
atau kewenangan untuk mengingatkan kembali fitrah si kepala desa sebagai
seorang pengemban amanah dan sebagai seorang manusia biasa, karena amanah warga
desa telah “terjual” dari sejak awal. Sebuah lingkaran setan yang tidak mudah
diputus begitu saja karena sudah membudaya sejak lama.
2. Pemilihan walikota/bupati, gubernur dan presiden.
Mungkin tidak perlu lagi saya
jelaskan, Anda pasti sudah paham dengan prosesnya. Yang membedakan hanya jumlah
uangnya saja yang sampai bermiliar-miliar rupiah.
3. Pemilihan wakil rakyat / anggota dewan daerah dan pusat.
Kurang lebihnya juga sama, saya
tidak perlu jelaskan secara detail.
Masihkah ajaran Islam dan Islam itu sendiri
ada di dalam hati dan pikiran mereka? Dan kita sebagai ma’mum yang memberikan
amanah kepada pemimpin-pemimpin itu masihkah punya kekuatan dan kewengan untuk
mengingatkan mereka ketika mereka mulai kilaf dan lupa?
Harapan saya pribadi hanya satu saja, semoga
Allah SWT selalu memberikan yang terbaik untuk seluruh rakyat dan bangsa
Indonesia tercinta ini. Sebuah bangsa dengan populasi muslim terbesar di dunia!
Pelajaran berharga dari kejadian imam yang
lupa dengan bacaannya di atas semoga menjadi pengingat diri saya pribadi dan
kepada Anda semua, bahwa Islam mengajarkan harmonisasi dan betapa indahnya
kebersamaan antara imam dan ma’mum, antara pemimpin dan rakyat, antara
pengemban amanah dan pemberi amanah.
########
Tulisan ini bukan bertujuan untuk
memprovokasi, hanya sekedar ungkapan hati dari seorang ma’mum dan seorang
rakyat kecil biasa. Dan saya sadar sesadar-sadarnya, saya hanya manusia biasa,
tempat kilaf dan lupa. Mohon maaf jika ada beberapa orang maupun pihak lain
yang kurang berkenan dengan tulisan ini. Mari bersama-sama kita istighfar
karena kelemahan, kekurangan dan keterbatasan kita sebagai seorang makhluk
Allah SWT bernama MANUSIA.
Astaghfirrullah al adziim.... (
9.000.000.000.000X)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar