Seorang pemuda dan dokarnya
Dalam perjalananku hari ini menyusuri
jejak-jejak sejarah kabupaten Madiun, di saat orang-orang disibukkan dengan
berbagai perhelatan dan perayaan hari jadi kabupaten Madiun ke 444 tahun,
seorang pemuda sedang tekun membersihkan dan mencuci dokarnya. Begitu asik
mengelap bagian-bagian dokarnya yang kotor oleh debu jalanan desa Mruwak,
kecamatan Dagangan, kabupaten Madiun.
“Sibuk, mas?” tanyaku.
“Iya, mas. Mumpung sempat, saya cuci dokarnya
biar bersih“ jawabnya sambil mengelap bagian di atas roda.
“Ini dokar punya mas sendiri?”
“Punya orang tua, mas. Tapi kalau saya libur
sekolah, biasanya saya yang ‘andong’ (narik)” masih tetap mengelap dokarnya.
“Oooh,,, jadi mas ini masih sekolah?” tanyaku
lagi.
“Iya” jawabnya singkat.
“Sekolahnya di mana?”
“Saya baru aja naik kelas 2, di MA (Madrasah
Aliyah) Tri Bakti Pagotan, mas.”
“Saya salut sama maaaas.... Siapa namanya?”
tanyaku sambil mengulurkan tangan.
“Oh, saya Agus, mas” jawabnya sambil
menyalamiku.
“Ya, saya salut sama mas Agus. Di jaman
seperti sekarang masih mau narik dokar. Biasanya anak muda seumuran mas Agus
pasti gengsi melakukan pekerjaan semacam ini” pujiku padanya.
“Yaaa,, mau gimana lagi, mas. Orang tua saya
kurang mampu, ini saya lakukan karena saya ingin sekolah, syukur kalau bisa
sampai kuliah” senyumnya mengembang seiring binar matanya penuh harapan.
“Biasanya narik dokar sampai kemana, mas?”
“Ya paling-paling seputaran desa ini, mas.
Kalaupun jauh, paling cuma sampai desa Prambon.”
“Apa cita-cita mas Agus?”
“Pengennya bisa lanjut kuliah, mas. Tapi misal
nggak ada biaya, ya nyari kerja aja. Dan kalaupun nggak dapat kerjaan,
paling-paling ya neruskan narik dokar.”
“Insya Allah, kalau ada kemauan dan niat yang
baik, pasti selalu akan ada jalan, mas Agus. Buktinya sekarang masih bisa
sekolah meski disambi narik dokar?” kataku menyemangatinya.
“Iya, mas. Insya Allah saya akan terus
berusaha” jawabnya dengan mantab.
“Oke, selamat bekerja lagi, mas Agus. Saya mau
meneruskan perjalanan. Tetap semangat, ya?!” sambil mengulurkan tangan menjabat
tangannya.
“Terima kasih, mas. Hati-hati di jalan, mas”
katanya.
Aku menyalakan motor dan membunyikan klakson.
Mas Agus melambaikan tangan sambil membungkukkan badannya. Dalam perjalananku,
aku membatin betapa sosok pemuda seperti mas Agus tadi sangat jarang lagi bisa
ditemukan. Seorang pemuda dengan dokarnya, sementara pemuda-pemuda lainnya
sibuk dengan motornya, game online dan lain sebagainya. Jangankan duduk sebagai
kusir dokar, naik dokar sebagai penumpang pun mungkin pemuda-pemuda seumuran
mas Agus akan merasa gengsi.
Jaman
memang terus berubah, tapi akan selalu ada hal-hal yang tidak boleh berubah,
semangat bekerja dan berjuang demi masa depan yang lebih baik, sikap rendah
hati dan sopan santun, kejujuran dan masih banyak hal baik lainnya yang tidak
boleh berubah. Karena jika sampai nilai-nilai kebaikan itu ikut berubah, maka
hancurlah tatanan kehidupan yang ada.
Banyak hal yang bisa kita peroleh dari kisah
pemuda bernama Agus Fiko dari dukuh Ngrakah, desa Mruwak ini. Kesederhanaannya,
semangat juangnya, harapan-harapan untuk masa depannya, ketidakgengsiannya,
rendah hatinya, kesabarannya dan ketekunannya menjalani hari-harinya menggapai
cita-citanya.
Semoga masih banyak lagi sosok-sosok pemuda
yang memiliki nilai-nilai kebaikan dalam diri mereka di Madiun ini.
sipppp.....
BalasHapusTerima kasih, mas Andrik Suprianto... Saya baru belajar nulis di blog, jadi masih banyak kekurangan di sana sini.
Hapusmangstab, semangat.
BalasHapusTerima kasih, mas Suwanto. :-)
Hapussemagat,,,
BalasHapusmampir gan,,,http://kumpulanilmu2.blogspot.com/
Terima kasih, oke nti saya mampir ke sana!
Hapuswooowwww..........remaja dan sisi lain. Inspirasi buat remaja2 yg lainnya. Ijin berkunjung Mas???
BalasHapus